KabarJakarta.com – Lembaga Survei Indikator Politik Indonesia merilis hasil survei persepsi publik terhadap kasus eks Kadiv Propam Polri Irjen Ferdy Sambo. hasilnya, kepercayaan publik terhadap Polri anjlok.
Survei ini dilakukan dalam rentang waktu 11-17 Agustus 2022. Survei ini menggunakan metode random digit dialing (RDD). RDD adalah teknik memilih sampel melalui proses pembangkitan nomor telepon secara acak.
Sebanyak 1.229 responden dipilih secara acak melalui nomor telepon. Margin of error survei diperkirakan ±2,9 persen pada tingkat kepercayaan 95 persen, asumsi simple random sampling. Wawancara dengan responden dilakukan lewat telepon. Responden merupakan WNI berusia 17 tahun ke atas atau sudah menikah dan memiliki telepon.
Survei dilakukan beberapa hari setelah Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo menetapkan Irjen Ferdy Sambo sebagai tersangka. Diketahui Polri menetapkan Ferdy Sambo sebagai tersangka kasus pembunuhan Brigadir Nopriansyah Yosua Hutabarat atau Brigadir J pada 9 Agustus.
“Survei ini dilakukan 11 sampai 17 Agustus, hanya beberapa hari setelah Kapolri menetapkan Irjen Ferdy Sambo sebagai tersangka. Memang masih beberapa hari setelah penetapan tersangka,” kata Direktur Eksekutif Indikator Politik Indonesia Burhanuddin Muhtadi dikutip dari channel YouTube Indikator Politik Indonesia, Jumat (26/8/2022).
“Artinya, setelah tanggal 17, kita belum bisa memotret ekspektasi persepsi publik karena surveinya berakhir di tanggal 17 Agustus, padahal kita tahu berapa hari terakhir eskalasi isu makin besar. Kemarin seharian kita disuguhi rapat dengar pendapat Kapolri dengan Komisi III yang tentu saja meningkatkan perhatian publik, awareness publik, termasuk gebrakan-gebrakan yang dilakukan oleh Kapolri terkait isu ini,” ucapnya menambahkan.
Awalnya, responden diberi pertanyaan terkait kondisi penegakan hukum di Indonesia, apakah sangat baik, baik, sedang, buruk atau sangat buruk. Hasilnya, banyak responden yang menilai kondisi penegakan hukum di negara ini buruk atau sangat buruk (37,7%).
Berikut hasilnya:
– Sangat baik 4,5%
– Baik 25%
– Sedang 26,5%
– Buruk 29,6%
– Sangat Buruk 8,1%
– Tidak Tahu/Tidak Jawab 6,4%
Kondisi penegakan hukum, persepsi positif menunjukkan tren penurunan yang cukup tajam sepanjang 2022, sekitar 14-15 persen. Sebaliknya, persepsi negatif menunjukkan tren peningkatan dengan kisaran yang kurang lebih sebanding, 14-16 persen.
“Kasus Ferdy Sambo ini membuat persepsi publik terhadap penegakan hukum itu memburuk, padahal kita tahu sebenarnya lembaga penegakan hukum itu juga bekerja, tetapi masyarakat terlalu fokus dan terketuk perhatiannya terhadap isu ini sehingga isu yang dilakukan oleh penegak hukum lain juga terpengaruh getahnya oleh isu Ferdy Sambo ini,” ungkap Burhanuddin Muhtadi.
Selanjutnya, responden ditanya pendapatnya tentang tingkat kepercayaan terhadap lembaga penegak hukum seperti Kejaksaan Agung, KPK, dan Polri, apakah sangat percaya, cukup percaya, kurang percaya atau tidak percaya sama sekali.
Berikut hasil survei kepercayaan terhadap lembaga:
Kejaksaan Agung:
– Sangat percaya 10%
– Cukup percaya 53,4%
– Kurang percaya 20,5%,
– Tidak percaya sama sekali 6,2%
– Tidak tahu/tidak jawab 10,1%
KPK:
– Sangat percaya 11%
– Cukup percaya 47,8%
– Kurang percaya 24,8%
– Tidak percaya sama sekali 8,3%
– Tidak tahu/tidak jawab 8,0%
Polri:
– Sangat percaya 12%
– Cukup percaya 42,24%
– Kurang percaya 26,0%
– Tidak percaya sama sekali 13,1%
– Tidak tahu/tidak jawab 6,5%
Hasilnya, tingkat kepercayaan publik paling tinggi pada kejaksaan agung (63,4% cukup/sangat percaya), kemudian KPK (58,8% cukup/sangat percaya), dan Polri (54,2% cukup/sangat percaya).
“Dari tiga lembaga penegak hukum yang kita tanyakan, Kejaksaan Agung sekarang menempati peringkat paling tinggi, ada 10+53,4 persen warga yang menyatakan Kejaksaan Agung sangat dipercaya,” jelas dia.
Menurut Burhanuddin, ini merupakan lompatan karena sebelumnya Kejaksaan Agung sempat berada di posisi paling bawah, kini persepsi kepercayaan publiknya dinilai meningkat.
“Kepolisian, yang tahun lalu peringkat pertama, itu trennya menurun, sekarang tinggal 54 persen publik yang sangat percaya atau sangat percaya terhadap institusi kepolisian. Artinya trust (kepercayaan) publik itu sangat dinamis dipengaruhi oleh persepsi mereka atas kinerja dan isu yang terkait dengan masing masing lembaga,” tuturnya.
Adapun tingkat kepercayaan pada Polri trennya menurun tajam. Pada September 2020 trend kepercayaan publik pada Polri 72,3 persen, namun pada April 2022 menurun menjadi 71,6 persen, Mei 2022 menurun menjadi 66,7 persen, dan pada Agustus 2022 terus menurun menjadi sebanyak 54,4 persen responden yang percaya pada Polri.
Burhanuddin mengatakan survei tersebut dilakukan setelah Kapolri menetapkan Ferdy Sambo dan Bharada Richard Eliezer (Bharada E) sebagai tersangka serta gebrakan Tim Khusus (Timsus) Polri pada awal Agustus 2022. Namun isu perkembangan terakhir penanganan kasus Ferdy Sambo seperti sidang etik Ferdy Sambo dan penetapan istrinya Putri Candrawathi sebagai tersangka belum tergambarkan di survei tersebut karena survei itu berakhir pada 17 Agustus.
“Ini survei dilakukan setelah gebrakan Pak Kapolri. Jadi saya tidak punya datanya sebelum tanggal 9 Agustus. Saya sendiri menduga kalau survei ini dilakukan di akhir Juli atau awal Agustus dugaan saya bisa lebih buruk lagi trust publik terhadap kepolisian,” ujarnya.
“Jadi terhadap berita Sambo kami ingin memberikan semacam keyakinan buat polisi meskipun trennya turun, tetapi gebrakan belakangan seharusnya bisa meningkatkan trust publik terhadap kepolisian, tetapi sangat tergantung juga oleh seberapa serius pihak kepolisian dalam menyelesaikan kasus ini secara transparan,” tuturnya.
Sementara itu, Burhanuddin menilai gebrakan yang dilakukan Kejaksaan Agung dalam penanganan kasus korupsi belum cukup terlihat meskipun mengalami tren kenaikan kepercayaan publik.
“Kejaksaan Agung yang ada tren kenaikan, meskipun lagi-lagi mungkin gebrakan Kejaksaan Agung belakangan itu awareness-nya di mata publik belum tersampaikan secara luas, karena mungkin orang belum cukup tahu karena mungkin baru belakangan Kejaksaan Agung melakukan langkah-langkah pengusutan kasus besar, ketika langkah itu dilakukan, tertimpa isu Sambo,” tuturnya.