Bisnis  

Pembangunan Kluster di Pesanggrahan Langgar Aturan, SoKoPeL: Pemkot Jaksel Jangan Diam!

Kabarjakarta.com

KabarJakarta.com – Solidaritas Korban Pelanggaran Lingkungan Hidup (SoKoPeL) akan mengadvokasi warga Komplek Jerman, RT 02 RW 03, Kelurahan Pesanggrahan, Jakarta Selatan dalam kasus pelanggaran yang dilakukan oleh pengembang kluster perumahan.

“Kami akan mengadvokasi warga yang merasa dirugikan dengan adanya pembangunan kluster tersebut sampai selesai dan memastikan tidak ada lagi pelanggaran terhadap hak-hak masyarakat untuk mendapatkan lingkungan hidup yang sehat,” kata Ketua Umum SoKoPeL Iskandar Sutadisastra kepada wartawan di lokasi pembangunan kluster tersebut, Kamis (2/6/2022).

Iskandar pun mempertanyakan alasan kenapa aparat Pemkot Jaksel terkait tidak menindak tegas pengembang kluster, padahal warga sudah mengadukan persoalan tersebut.

“Apa alasannya, dari data yang kami dapat sangat jelas sekali pengembang kluster itu melakukan pelanggaran dan membohongi warga supaya mendapat izin untuk membangun kluster tersebut. Pemkot Jaksel tidak boleh bersikap seakan-akan menutup mata dan telinga,” ujarnya.

Kata Iskandar lagi, dalam waktu dekat SoKoPeL akan menemui pihak-pihak berwenang terkait yang memberikan izin dibangunnya kluster tersebut, seperti Lurah Pesanggrahan, Suku Dinas Citata, dan PTSP Jakarta Selatan.

“Kami juga akan menyurati Pemprov DKI Jakarta agar pembangunan kluster ini di-stop karena melanggar aturan,” tegas Iskandar.

Berdasarkan dari informasi warga, pembangunan kluster sudah pernah disegel dan di-stop oleh aparat berwenang, tapi hanya sesaat dan pengembang kembali melanjutkan proyeknya itu.

Di tempat terpisah, anggota DPRD DKI Jakarta August Hamonangan mengaku dirinya sudah mengecek aduan warga itu dan menemukan adanya dugaan pelanggaran oleh pengembang kluster perumahan tersebut.

“Setidaknya ada beberapa pelanggaran yang dilakukan pengembang di antaranya pelanggaran Garis Sempadan Bangunan (GSB), Garis Sempadan Sungai (GSS) dan Garis Bebas Jarak Belakang (GBJB),” kata August Hamonangan.

Pelanggaran lainnya, lanjut August Hamonangan, yaitu Zonasi R5, Koefisien Dasar Bangunan (KDB), Koefisien Lantan Bangunan (KLB), dan Koefisien Dasar Hijau (KDH).

Tak hanya itu, dia mengungkapkan, dari 19 unit bangunan hanya 14 yang memiliki IMB. Dan, diketahui 8 IMB di antanya berada di wilayah Kelurahan Ulujami, bukan di Kelurahan Pesanggrahan. Politisi PSI ini mengaku warga Komplek Jerman mengadu kepada dirinya pada Rabu (25/5) kemarin.

Dia pun heran bagaimana bisa bangunan yang melanggar aturan itu bisa mendapatkan Izin Mendirikan Bangunan (IMB) dari Pemprov DKI Jakarta. Padahal, tata cara terkait penerbitan IMB sudah diatur secara ketat.

“Sudah jelas sekali aturannya. Apabila dipatuhi barulah diberikan IMB-nya. Tapi yang terjadi adalah bangunan seperti sekarang ini ada pelanggaran, kok IMB sudah diberikan. Pelanggaran ini harus ditindak,” tegasnya.

August menilai, seharusnya ketika mendapati adanya pelanggaran bangunan, Suku Dinas Cipta Karya dan Tata Ruang (Sudin Citata) yang berwenang dalam pengawasan bangunan harus mengeluarkan Surat Peringatan Pembongkatan (SPB).

Ironisnya lagi, lanjut August, bukannya menerbitkan SPB, aduan warga kepada pemerintah setempat tidak digubris, sehingga pembiaran pun terjadi.

“Seharusnya apabila menerima pengaduan, SKPD harus segera mengambil tindakan, jangan dibiarkan. Untuk efek jerah dilakukan pembongkaran total, sesuai dengan aturan dan Perda yang berlaku,” ucap August.

August kini meminta Satpol PP menindak tegas kluster perumahan yang melanggar aturan tersebut. “Pelanggaran ini harus diambil tindakan tegas, itu yang harus dilakukan oleh Pemprov DKI. Dalam hal ini, yang melakukan penegakan adalah Satpol PP, karena kewenangan mereka melakukan pembongkaran,” terangnya.

Sementara itu, Sri Dewi, warga Komplek Jerman RT 02/03, Kelurahan Pesanggrahan, merasa kecewa atas jawaban dari Satpol PP dan Sudin Citata Jakarta Selatan terkait keluhan warga. Menurut dia, pihak Satpol PP dan Citata mengatakan bahwa peraturan itu bisa berkompromi. Bahkan, Aparatur Sipil Negara (ASN) yang ditemui warga menyebut bahwa jika ada suatu pelanggaran Perda, maka harus menunggu putusan pengadilan untuk dapat diambil tindakan.

“Jawaban dari Citata dan Satpol PP harus menunggu pengadilan, menurut saya ini sangat bias. Jadi apa gunanya Perda itu dibuat kalau toh juga harus menunggu pengadilan. Saya sangat kecewa dengan jawaban itu,” ucap Sri Dewi.

Diberitahunya, selain mengadu ke Pemkot Jaksel dan DPRD DKI Jakarta, warga juga menggugat Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu Provinsi (DPMPTSP) DKI Jakarta karena menerbitkan IMB untuk kluster perumahan itu.

IMB yang diterbitkan untuk pembangunan kluster perumahan dengan 19 unit rumah itu dianggap menyalahi aturan, karena terbit di atas lahan yang harusnya menjadi kawasan resapan air.

Gugatan warga itu terdaftar dengan nomor 245/G/2021.PTUN.JKT dan 300/G /2021.PTUN.JKT.