KabarJakarta.com – Pemprov DKI Jakarta melalui Dinas Tenaga Kerja, Transmigrasi, dan Energi (Disnakertrans) DKI Jakarta telah menetapkan Upah Minimum Provinsi (UMP) DKI Jakarta tahun 2023 sebesar Rp4.901.798, atau naik 5,6% dari tahun sebelumnya.
Kepala Dinas Disnakertrans DKI Jakarta Andri Yansyah mengatakan besaran UMP ditetapkan setelah sebelumnya dilakukan Sidang Dewan Pengupahan DKI Jakarta.
“Penetapan UMP dilakukan dengan mempertimbangkan nilai pertumbunuhan ekonomi dan inflasi DKI Jakarta,” kata Andri Yansyah, Senin (28/11/2022).
Selain itu, lanjut Andri, penetapan UMP DKI tahun 2023 juga turut mempertimbangkan perluasan kesempatan kerja dalam rangka mempertahankan daya beli masyarakat.
Sesuai dengan Peratuan Menteri Ketenagakerjaan (Permenaker) Nomor 18 Tahun 2022, setiap provinsi harus mengumumkan besaran UMP 2023 paling telat pada 28 November 2022 pukul 23.59 WIB.
Apindo Bersikeras Kenaikan UMP DKI Sebesar 2,26%
Meski telah ditetapkan Disnakertrans DKI, unsur pengusaha yang tergabung dalam Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) tetap berharap kenaikan UMP 2023 sebesar 2,62%, tepatnya menjadi Rp4.763.293. Dasar yang dipakai Apindo dalam pengupahan itu adalah Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 36 Tahun 2021 tentang Pengupahan.
Wakil Ketua Apindo DKI Nurjaman mengatakan, PP No. 36/2022 yang dijadikan pihaknya ketika mengusulkan soal kenaikan UMP DKI 2023. Ia menyebut, PP tersebut merupakan turunan dari UU Cipta Kerja atau Omnibus Law.
Heber Lolo Simbolon, anggota Dewan Pengupahan Unsur Pengusaha dan KADIN, menjelaskan, pengusaha akan mengajukan permohonan kebijakan asimetris Disnakertrans.
“Kalau dulu ada Namanya asimetris. Artinya, ada dispensasi bagi pengusaha tertentu,” jelas Simbolon.
“Jadi, bagi pengusaha yang belum mampu untuk membayar karena situasi bisnisnya belum stabil diperbolehkan mengajukan permohonan supaya jangan membayar segitu dulu, tapi menggunakan UMP lama,” lanjutnya.
Dia menyebut, sampai saat ini masih ada sektor usaha yang belum stabil, di antaranya sektor hotel, tekstil, juga ekspor dan impor.
Buruh Ngotot Minta Naiknya 10,55%
Sementara itu, Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Said Iqbal menyebut kenaikan 5,6% masih di bawah inflasi.
“Kenaikan UMP DKI 5,6% masih di bawah nilai inflasi. Dengan demikian, Pejabat (Pj) Gubernur DKI Jakarta tidak punya rasa peduli dan empati pada kaum buruh,” kata Said dalam keterangannya, Sein (28/11/2022).
Menurut dia, kenaikan UMP seharusnya sebesar inflasi dan pertumbuhan ekonomi di masing-masing provinsi pada tahun berjalan. Said Iqbal menilai, kenaikan UMP DKI sebesar 5,6% tidak akan bisa memenuhi kebutuhan buruh dan rakyat kecil di Jakarta. Sebab, menurut rincian buruh, biaya sewa rumah sudah Rp900.000.
“Transportasi dari rumah ke pabrik, pulang pergi, dan pada hari libur, bersosialisasi dengan saudara dibutuhkan anggaran Rp900.000. kemudian makan di warteg tiga kali sehari dengan anggaran Rp40.000 sekali makan, menghabiskan 1,2 juta setiap bulannya,” tuturnya.
Biaya lainnya yaitu listrik Rp400.000 dan biaya komunikasi Rp300.000, sehingga totalnya Rp3,7 juta setiap bulannya.
“Jika upah buruh DKI Rp4,9 juta dikurangi Rp3,7 juta, sisanya hanya Rp1,2 juta. Apakah cukup membeli pakaian, air minum, iuran warga, dan berbagai kebutuhan yang lain? Dengan kenaikan 5,6% buruh DKI tetap miskin,” ujar Said Iqbal.
Dia menegaskan, buruh mendesak agar UMP DKI direvisi naik menjadi 10,55% sebagai jalan kompromi dari serikat buruh yang sebelumnya mengusulkan kenaikan 13%.