Bisnis  

Polemik Polusi Udara Jakarta Penyabab Hingga Dampak Bagi Kesehatan!

Kabarjakarta.com

KabarIndonesia.id — Kondisi udara wilayah Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang dan Bekasi (Jabodetabek) beberapa waktu terakhir sedang tidak baik-baik saja. 

Dikutip dari IQAir, pertanggal 25 Agustus 2023, Indeks Kualitas Udara (AQI) Jakarta 166 atau PM 2,5 di atas 55,5 ug/m3) atau tidak sehat.

Untuk diketahui, polutan utamanya berjenis Particulate Matter (PM) 2.5, yaitu partikel berukuran 2,5 mikron atau kurang, seperti debu, asap pembakaran motor, asap industri, hingga asap pembangkit listrik batu bara.

Konsentrasi polutan PM 2,5 di Jakarta saat ini 16,9 kali dari nilai panduan kualitas udara tahunan World Health Organization (WHO).

Angka tersebut membuat Jakarta menempati urutan pertama sebagai kota paling berpolusi di dunia versi laman IQAir pukul 13:46 waktu setempat.

Disusul peringkat kedua Dubai, Uni Emirat Arab dan Doha, Qatar peringkat ketiga dengan Indeks Kualitas Udara (AQI) masing-masing 162 dan 157.

Buruknya kualitas udara ini dapat berdampak negatif pada kesehatan masyarakat. Pasalnya, ukurannya polutan yang sangat kecil dapat membuat partikel PM 2,5 masuk ke paru-paru hingga aliran darah yang berpotensi menyebabkan gangguan pernapasan bahkan komplikasi kesehatan yang lebih serius.

Bahkan, saking berbahayanya, polutan ini menyebabkan kematian 160 ribu jiwa di lima kota besar dunia pada tahun 2020 lalu.

Fakta-Fakta Tingginya Polusi Udara Jakarta

1. Tingginya Penggunaan Kendaraan Pribadi (Emisi Transportasi)

Dikutip dari akun Greenpeaceid, jumlah kendaraan pribadi di Jakarta 2 kali lipat dibanding jumlah penduduknya.

Terdapat sekitar 22,4 juta pergerakan kendaraan dalam sehari yang tentu mobilitas tersebut memiliki peran besar dalam tingginya polusi udara di wilayah tersebut.

Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK), Siti Nurbaya mengklaim, faktor utama buruknya konidisi udara di Jakarta dipicu oleh kendaraan bermotor.

Dilansir dari katadata.co.id, data Electronic Registration Identification (ERI) Korps Lalu Lintas Polri, ada 22,97 juta unit kendaraan di sejumlah wilayah Jabodetabek atau wilayah hukum Polda Metro Jaya hingga 14 Agustus 2023. 

Mayoritas jumlah kendaraan tersebut didominasi oleh sepeda motor yang mencapai 18,28 juta unit kendaraan atau setara 79,85% dari total kendaraan yang tercatat di wilayah hukum Polda Metro Jaya.

Selanjutnya, sebanyak 3,8 juta unit mobil pribadi yang berada di wilayah hukum Polda Metro Jaya. Kemudian, jumlah kendaraan berupa mini bus sebanyak 795,1 ribu unit, kendaraan khusus 60,1 ribu unit, dan bus sebanyak 37,56 ribu unit.

2. Musim Kemarau 

Sementara itu, Kepala BMKG, Dwikorita Karnawati mengungkapkan, buruknya kualitas udara di Jakarta juga dipengaruhi oleh musuim kemarau yang berkepanjangan. Dimana, curah hujan bulanan rendah bahkan tidak hujan sama sekali selama beberapa bulan terakhir karena tidak terjadi pencucian polutan oleh air hujan. 

"Karena kejadiannya beberapa hari beberapa minggu di beberapa wilayah sampai beberapa bulan, polutan itu akan terkumulasi dan diperparah dengan hasil observasi kami angin mayoritas angin di DKI calm artinya seandainya di situ ada polutan itu sulit untuk bergerak," ungkapnya dikutip dari CNN Indonesia.

3. Aktivitas industri di Jabodetabek

Presiden RI, Joko Widodo (Jokowi) beberapa waktu lalu menyebutkan selain faktor cuaca dan emisi transportasi, faktor penyebab tingginya polusi udara di Jakarta juga dipengaruhi oleh aktivitas industri.

"Juga aktivitas industri di Jabodetabek, terutama yang menggunakan batu bara di sektor industri manufaktur," ujar Jokowi.

Dampak Kesehatan Akibat Polusi Udara

Tingginya polutan pada udara Jakarta dapat memberikan dampak negatif bagi kesehatan masyarakat baik gangguan kesehatan jangka pendek seperti iritasi mata, ISPA, dan Batuk. Hingga gangguan kesehatan jangka panjang berupa penurunan fungi paru, Asma, sampai resiko Kanker.

Berdasarkan data Global Burden Diseases 2019, Diseases and Injuries Collaborators menunjukkan terdapat 5 penyakit pernapasan penyebab kematian tertinggi di dunia yakni, Asma 455.000, Tuberklosis 1.200.000, Kanker Paru 1.800.000, Pneumonia 2.600.000, Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) 3.200.00 kasus.

Sementara itu, data BPJS Kesehatan periode 2018-2022 menunjukkan, Penyakit Pernapasan menjadi beban tertinggi dalam program JKN.

1. Kanker Paru menelan biaya sebesar Rp766 miliar dengan jumlah kunjungan BPJS mencapai 150.268 pasien
2. Asma menelan biaya sebesar Rp1,4 Triliun dengan jumlah kunjungan BPJS mencapai 2.156.109 pasien
3. PPOK menelan biaya sebesar Rp1,8 Triliun dengan jumlah kunjungan BPJS mencapai 1.809.321 pasien
4. Pneumonia menelan biaya sebesar Rp8,7 Triliun dengan jumlah kunjungan BPJS mencapai 2.154.730 pasien.

Penangan Pengendalian Pencemaran Udara

Sebelumnya Presiden RI, Joko Widodo (Jokowi) menyebutkan salah satu solusi mengatasi polusi udara di Jakarta dengan pemindahan ibu kota ke IKN.

Namun, Pakar menyebutkan pencegahan dampak polusi udara Jakarta  dapat dimulai dari mengurangi faktor penyebab polusinya bukan dengan meninggalkan Jakarta.

Dikutip dari Greenpeaceid, Ketua Bidang Penanggulangn Penyakit Menular dan Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia, Prof. DR. dr. Agus Dwi Susanto meengungkapkan bahwa polusi udara tidak hanya terjadi di Jakarta, sehingga pemindahan ibu kota tidak menyelesaikan persoalan polusi udara dan harus dipikirkam secara lebih holistik dari sisi mengurangi polusinya.

Menurutnya upaya pencegaan bisa dilakukan oleh pemerintah dengan membuat peraturan yang lebih baik diantaranya:

1. Menentukan standar baku mutu udara ambien sesua standar WHO

2. Melakukan Kajian untuk menilai dampak kesehatan polusi udara pada masyarakat

3. Menghukum Tegas bagi industri yang tidak ramah lingkungan 

4. Membuat sarana transportasi massal ramah lingkungan yang aman, nyaman, murah, dan mudah diakses

5. Mempersiapkan pelayanan kesehatan untuk warga terdampak polusi udara.

Kendati demikian, guna mengendalikan pencemaran udara di wilayah Jabodetabek, Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian menerbitkan Instruksi Mendagri (Inmendagri) Nomor 2 Tahun 2023 tentang Pengendalian Pencemaran Udara pada Wilayah Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi (Jabodetabek). 

Inmendagri ini memuat sejumlah arahan yang perlu dilakukan kepala daerah, baik Gubernur DKI Jakarta, Gubernur Jawa Barat, dan Gubernur Banten, serta bupati/wali kota se-Jabodetabek.

Arahan itu meliputi penerapan sistem kerja hibrid, pembatasan kendaraan bermotor, peningkatan pelayanan transportasi publik, pengetatan uji emisi, optimalisasi penggunaan masker, pengendalian emisi lingkungan dan penerapan solusi hijau, serta pengendalian pengelolaan limbah industri.