Bisnis  

Strategi Ferdy Sambo Agar Terbebas dari Jeratan Hukum

Kabarjakarta.com

KabarJakarta.com – Ketua Komnas Perempuan Andy Yentriyani menegaskan tak ingin dugaan kasus kekerasan seksual yang diduga dialami istri Ferdy Sambo, Putri Candrawathi (PC), menjadi alat pemaaf bagi Ferdy Sambo dalam kasus pembunuhan Brigadir Nofriansyah Yoshua Hutabarat atau Brigadir J. Tegas Andy, jika kasus tersebut dimaafkan akan menjadi alasan untuk membenarkan menghilangkan nyawa seseorang.

Andy mengatakan itu untuk menanggapi sikap Lembaga Bantuan Hukum Asosiasi Perempuan untuk Keadilan (LBH APIK) yang menyoroti dugaan kekerasan seksual terhadap PC sebagai upaya obstruction of justice Jilid II.

“Kita juga tidak mau isu kekerasan seksual menjadi alat pemaaf, apalagi membenarkan tindak pembunuhan berencana dan sewenang-wenang,” kata Andy melalui pesan singkat, Rabu (14/9/2022).

Kata dia, Komnas Perempuan juga dalam posisi yang sama dengan LBH APIK, yaitu mengecam tindak pembunuhan yang dilakukan FErdy Sambo.

“Pada dasarnya kita semua berada di posisi yang sama. Komnas Perempuan mengecam keras tindakan pembunuhan sewenang-wenang dan tidak obstruction of justice untuk menghambat pengungkapan penembakan Brigadir Yoshua,” ucap Andy.

Soal pernyataan Komnas Perempuan yang menyebut ada dugaan tindak kekerasan seksual terhadap PC, Andi menjelaskan, sudah sesuai dengan mandat Undang Undang dan disampaikan kepada pihak kepolisian dan pemerintah.

Dia berharap dugaan kekerasan seksual itu bisa dibuktikan dalam proses hukum untuk memberikan keadilan bagi Brigadir Yoshua yang dituding sebagai pelaku, maupun PC yang mengaku sebagai korban.

“Kini dengan proses hukum yang sedang berjalan, kita harus kawal bersama untuk memastikan proses peradilan yang adil bagi semua,” ujarnya.

LBH APIK menyoroti dugaan kasus kekerasan seksual terhadap PC, istri dari mantan Kadiv Propam Polri Irjen Ferdy Sambo, yang menurut mereka harus dikaji lebih serius.

Ketua Pengurus LBH APIK Nursyahbani Katjasungkana menganggap apa pun pengakuan PC, hal itu tidak bisa dilepaskan dari konteks obstruiction of justice yang menyelimuti kasus pembunuhan Brigadir Yoshua. Walaupun, dalam konstruksi UU Tindak Pidana Kekerasan Seksual, pengakuan korban cukup untuk mendasari dugaan awal terjadinya kekerasan seksual.

“Pengakuan PC sebagai korban kekerasan seksual, dengan diperkuat oleh kesaksian dua orang yang kredibilitasnya secara hukum dapat dipertanyakan, sebaiknya tidak dilihat sebagai kasus yang berdiri sendiri, tetapi merupakan bagian dari kasus pembunuhan yang mana sudah ditemukan adanya obstruction of justice dalam kasus tersebut,” jelas Nursyahbani, Minggu (11/9).

Diketahui, terkait dugaan pelecehan seksual pernah disampaikan Komnas HAM dalam rekomendasi yang diserahkan kepada Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo melalui Kepala Inspektorat Pengawasan Umum (Irwasum) Komjen Agung Budi Maryoto, Kamis (1/9). Dalam rekomendasi itu, Komnas HAM memberikan kesimpulan dugaan kuat terjadinya peristiwa kekerasan seksual yang dilakukan Brigadir Yoshua kepada PC pada 7 Juli 2022 di Magelang, Jawa Tengah.

Komnas HAM bersama Komnas Perempuan meminta penyidik kepolisian menindaklanjuti pemeriksaan dugaan kekerasan seksual terhadap PC dengan memperhatikan prinsip HAM dan kondisi kerentanan khusus.

situs slot mpo