KabarJakarta.com – Polisi menyebut tidak ada rekaman CCTV di rumah Irjen Ferdy Sambo di Magelang, Jawa Tengah, yang disebut-sebut sebagai lokasi pelecehan seksual yang dilakukan Brigadir Nofriansyah Yoshua Hutabarat alias Brigadir J terhadap istrinya, Putri Candrawathi.
“Tidak ada CCTV di rumah Magelang,” kata Direktur Tindak Pidana Umum Bareskrim Polri Brigjen Andi Rian, Minggu (4/9/2022).
Putri melaporkan dugaan pelecehan seksual ke Polres Metro Jakarta Selatan, Jumat (8/7) dengan tempat kejadian perkara di Komplek Polri, Duren Tiga, Jakarta Selatan. Terlapornya adalah Brigadir Yoshua.
Namun, pada 12 Agustus 2022, laporan tersebut telah dihentikan (SP3) karena penyidik tidak menemukan peristiwa pidananya dan laporan tersebut terindikasi sebagai upaya untuk menghalangi penyidikan (obstruction of justice) pembunuhan berencana terhadap Brigadir Yoshua yang dilakukan Ferdy Sambo.
Kemudian, pada 26 Agustus 2022, kuasa hukum keluarga Brigadir Yoshua, Kamaruddin Simanjuntak, melaporkan Ferdy Sambo dan Putri Candrawathi dengan tuduhan fitnah, ancaman pembunuhan, dan dugaan pelecehan seksual.
Dihubungi terpisah, pengacara Putri Candrawathi, Arman Hanis, mengatakan pihaknya akan membuktikan di pengadilan kliennya tidak berbohong terkait dugaan pelecehan tersebut.
“Nanti di pengadilan semua akan kami buktikan,” ucap Arman.
Di sisi lain, salah satu rekomendasi hasil penyelidikan yang dilakukan oleh Komnas HAM terkait kasus pembunuhan Brigadir Yoshua disebutkan adanya dugaan kuat terjadi peristiwa kekerasan seksual yang dilakukan Brigadir Yoshua kepada Putri Candrawathi di Magelang pada 7 Juli 2022. Menanggapi rekomendasi Komnas HAM tersebut, Kabareskrim Polri Komjen Agus Andrianto mengatakan bahwa Polri akan mendalaminya.
“Rekomendasi Komnas HAM akan ditindaklanjuti sebagaimana arahan Irwasum selaku Ketua Timsus dan apa pun hasil pendalaman akan didasari fakta dan alat bukti yang ada,” kata Agus, Kamis (1/9).
Rekomendasi Komnas HAM Dipertanyakan
Sementara itu, pengacara Brigadir Yoshua, Johnson Panjaitan mengaku heran dengan pernyataan Komnas HAM tersebut.
“Pertanyaan saya sekarang, Komnas HAM dapat dari mana sehingga bisa menyimpulkan seperti itu, karena Komnas HAM bekerja berdasarkan data yang benar, missal BAP. Kemarin saya tidak lihat ada soal pelecehan seksual di rekonstruksi,” lata Johnson, Kamis (1/9).
Johnson pun menyebut Komnas HAM terkesan pro ke pelaku. Katanya, hal itu dapat meruntuhkan legitimasi dan kredibilitas Komnas HAM.
“Kalau memang benar temuan Komnas HAM seperti itu, ini membuktikan Komnas HAM lebih pro ke pelaku, daripada korban atau rakyat yang memiliki hak asasi, dan cara kerja seperti ini menurut saya meruntuhkan legitimasi Komnas HAM,” ujarnya.
Johnson juga menyinggung Komnas HAM yang tidak pernah berkoordinasi dengan keluarga Brigadir Yoshua. Katanya, Komnas HAM hanya sekali bertemu dengan keluarga Brigadir Yoshua.
Penjelasan Komnas HAM
Menanggapi itu, Ketua Komnas HAM Ahmad Taufan Damanik menyatakan telah menyerahkan penyidikan dugaan pelecehan seksual tersebut kepada polisi.
“Biarkanlah penyidik yang membuktikannya dengan bantuan ahli,” kata Taufan, Sabtu (3/9).
Taufan menjelaskan, UU Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS) mengatur bahwa keterangan saksi atau korban adalah alat bukti. Dia menyebut dugaan pelecehan seksual yang dilakukan Brigadir Yoshua kepada Putri Candrawathi itu berdasarkan keterangan Putri sendiri, Ferdy Sambo, Kuat Ma’ruf, Ricky Rizal, dan seorang asisten rumah tangga (ART) Ferdy Sambo bernama Susi.
“Perlu juga dipelajari UU TPKS yang mengatur alat bukti di Pasal 25. Keterangan saksi atau korban adalah alat bukti, ini berbeda dengan tindak pidana lain di mana keterangan adalah alat bukti yang paling rendah,” terang dia.