PN Jakpus Ganti Hakim Anggota Sidang Tom Lembong Usai Ali Muhtarom Jadi Tersangka Suap

Ilustrasi - Persidangan

KabarJakarta.com — Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat mengganti hakim anggota dalam perkara dugaan korupsi importasi gula yang menjerat eks Menteri Perdagangan 2015–2016, Thomas Trikasih Lembong (Tom Lembong), menyusul penetapan Ali Muhtarom sebagai tersangka dalam kasus suap putusan lepas perkara ekspor minyak sawit mentah (CPO).

Penggantian hakim tersebut diumumkan langsung oleh Hakim Ketua Dennie Arsan Fatrika dalam sidang lanjutan di Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin (14/4).

“Karena hakim anggota atas nama Ali Muhtarom sedang berhalangan tetap dan tidak dapat bersidang lagi, untuk mengadili perkara ini perlu ditunjuk hakim anggota untuk menggantikan,” ujar Dennie.

Ketua PN Jakarta Pusat telah menunjuk Alfis Setiawan sebagai hakim anggota pengganti, mendampingi Purwanto Abdullah dalam memeriksa dan memutus perkara.

Usai penetapan, sidang terhadap Tom Lembong dilanjutkan dengan agenda pemeriksaan saksi.

Dalam dakwaannya, Jaksa Penuntut Umum menyebut Tom Lembong merugikan keuangan negara sebesar Rp578,1 miliar selama menjabat sebagai Mendag. Ia didakwa karena menerbitkan surat persetujuan impor (SPI) gula kristal mentah (GKM) kepada 10 perusahaan yang tidak memenuhi syarat, yakni tanpa melalui rapat koordinasi lintas kementerian serta tanpa rekomendasi dari Kementerian Perindustrian.

Lebih lanjut, perusahaan-perusahaan tersebut diketahui merupakan produsen gula rafinasi yang secara regulasi tidak diperbolehkan mengolah GKM menjadi gula kristal putih untuk konsumsi masyarakat luas.

Selain itu, Tom Lembong juga didakwa karena tidak melibatkan BUMN dalam pengendalian harga dan stok gula. Ia justru menunjuk sejumlah koperasi seperti Inkopkar, Inkoppol, Puskopol, dan SKKP TNI/Polri yang dinilai tidak kompeten dalam distribusi komoditas strategis.

Atas perbuatannya, Tom Lembong dijerat Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 jo. Pasal 18 UU No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan UU No. 20 Tahun 2001, jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. Jika terbukti, ia terancam pidana penjara seumur hidup atau paling singkat 4 tahun, serta denda maksimal Rp1 miliar.

Kasus ini menjadi perhatian publik lantaran melibatkan figur penting dalam pemerintahan masa lalu dan muncul di tengah sorotan publik terhadap integritas lembaga peradilan, setelah pengungkapan suap dalam kasus putusan lepas ekspor CPO.