KabarJakarta.com — Nelayan tradisional Muara Angke, Jakarta Utara, mendesak Presiden RI Prabowo Subianto untuk turun tangan mencabut kebijakan Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) yang membatasi zona penangkapan ikan di wilayah perairan nasional. Mereka menilai aturan tersebut menyulitkan nelayan kecil dalam mencari nafkah.
“Kami memohon dengan hormat kepada Bapak Presiden Prabowo, jangan sekat-sekat laut untuk kami. Biarkan kami bebas mencari ikan,” ujar Nunung, pengurus DPD Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia (HNSI) DKI Jakarta, di Jakarta, Senin (15/4).
Nunung menegaskan bahwa nelayan Muara Angke selama ini selalu memenuhi kewajiban sebagai warga negara, termasuk membayar pajak secara rutin. Namun, dengan diberlakukannya pembatasan zona tangkap, hasil tangkapan semakin menurun sehingga mengancam kemampuan mereka untuk memenuhi kewajiban tersebut.
“Kalau hasil tangkapan makin sedikit, bagaimana kami bisa membayar pajak? Pendapatan kami merosot, tapi kewajiban tetap berjalan. Ini tidak adil bagi kami,” ucapnya.
Ia juga menyampaikan keresahan nelayan terhadap dampak kebijakan tersebut terhadap keberlanjutan ekonomi rumah tangga nelayan yang saat ini semakin tertekan oleh biaya operasional dan penurunan hasil melaut.
Hal senada disampaikan oleh pengurus HNSI DKI lainnya, Tri Sutisno. Ia meminta Presiden untuk mengevaluasi kembali kebijakan yang mewajibkan penggunaan Vessel Monitoring System (VMS) bagi kapal nelayan, khususnya kapal berukuran 5 GT hingga 30 GT.
Menurut Tri, biaya pemasangan VMS yang mencapai Rp16 juta merupakan beban berat bagi nelayan kecil, apalagi tanpa adanya subsidi atau insentif dari pemerintah.
“Mohon agar Presiden mempertimbangkan kembali aturan ini. Setidaknya, untuk nelayan kecil, pemasangan VMS bisa dihentikan sementara waktu agar kami bisa tetap mencari ikan dengan tenang,” pintanya.
Para nelayan berharap pemerintah pusat segera merespons aspirasi ini sebelum keresahan semakin meluas. Mereka menekankan bahwa laut adalah ruang hidup utama nelayan, dan pembatasan tanpa solusi hanya akan menambah luka di tengah perjuangan mereka bertahan hidup.