PKB DKI ingin Sekolah di Pesantren dan Madrasah Gratis

SEKOLAH GRATIS - Fraksi PKB DPRD DKI Jakarta mendorong pelaksanaan sekolah gratis hingga lingkungan pesantren dan madrasah di seluruh Jakarta. (Foto: Int)

KabarJakarta.com – Ketua Fraksi PKB DPRD DKI Jakarta, Fu’adi Lutfi mengatakan ada empat poin yang diinginkan pihaknya untuk memajukan kualitas pendidikan di Jakarta. Salah satunya adalah menggratiskan pendidikan di pesantren dan madrasah.

“Kami mendorong sekolah gratis yang menyasar pada madrasah dan pesantren,” kata Fua’di Lutfi kepada KabarJakarta.com, Senin, 11 November 2024.

Selain itu, Fua’di meminta agar program Kartu Jakarta Pintar (KJU), Kartu Jakarta Mahasiswa Unggul (KJMU), dan fasilitas-fasilitas lainnya dipertahankan.

“Kartu-kartu yang sudah ada dipertahankan, jangan dihilangkan. Itu sangat berguna bagi anak-anak kita, untuk pendidikan mereka,” ujarnya.

Fua’di menekankan, pemerintah, dalam hal ini Pemprov DKI Jakarta harus menyiapkan berbagai fasilitas pendidikan yang mendukung kemajuan pendidikan warganya. Ke depannya, Jakarta pada khususnya, membutuhkan talenta-talenta yang mumpuni untuk bersaing menghadapi persaingan global yang semakin kompetitif.

“Kalau tidak sejak dini, bagaimana anak-anak kita dapat bersaing ke depannya,” tegas Fua’di.

Wakil Ketua Fraksi PKB DPRD DKI Jakarta Ahmad Moetaba menambahkan, Fraksi PKB juga mendorong Pemprov DKI memperbaiki berbagai fasilitas pendidikan di pesantren, madrasah, dan sekolah-sekolah.

“Kenyamanan di sekolah sangat berpengaruh terhadap proses belajar mengajar. Diharapkan ini dapat meningkatkan kualitas pendidikan di Jakarta,” ucap Ahmad Moetaba, Senin, 11 November 2024.

Dia pun menegaskan, merupakan kewajiban mengalokasi 20 persen dari Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) untuk bidang pendidikan.

“Ini mandatory, spending untuk pendidikan sebesar 20 persen, jangan dikurang-kurangi,” katanya.

Menyinggung soal pendidikan gratis bagi warga Jakarta, Moetaba berkeyakinan bisa dilakukan secara bertahap.

“Bisa dilakukan secara bertahap, misalnya dengan melakukan subsidi silang. Dan harus tepat sasaran, ini kita memerlukan data yang valid, jadi tidak salah sasaran,” ujarnya.

Dia juga menyinggung sistem zonasi yang diterapkan pendaftaran siswa baru. Moetaba menilai, sistem tersebut harus dievaluasi kembali, karena dikeluhkan dan terkesan menyusahkan masyarakat.

“Saya setuju kalau sistem zonasi tersebut diperluas wilayahnya, tidak hanya skala kelurahan atau kecamatan, jadi provinsi,” tuturnya.

“Karena jumlah sekolah di Jakarta tidak merata tidak sebanding dengan jumlah penduduknya, ini menjadi sebuah masalah. Satu wilayah jumlah sekolahnya sedikit, padahal penduduknya banyak. Kebalikannya dengan wilayah yang jumlah penduduknya tidak banyak,” pungkas Moetaba menambahkan. (*)