KabarJakarta.com – Diduga, media menjadi “korban” dari perilaku tindak pidana korupsi terkait penempatan iklan di PT Bank Pembangunan Daerah Jawab Barat dan Banten Tbk (Bjb) yang saat ini sedang diselidiki Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Dalam kasus ini, sudah ditetapkan lima orang sebagai tersangka. Tiga di antaranya dua dari internal Bjb dan satu lainnya pihak swasta.
Namun, hingga kini, penyidikan kasus dugaan korupsi pembiayaan penayangan iklan di media massa sebesar Rp200 miliar ini belum ada titik terangnya.
Penggiat antikorupsi, Ait Maman Sumarna menyayangkan lambannya kinerja KPK dalam mengusut kasus dugaan korupsi di Bjb.
Menurut dia, KPK seharusnya tidak berlama-lama menuntaskan dugaan mark up biaya penayangan iklan di media yang bernilai ratusan miliar tersebut.
“Bahkan orang-orang yang sudah ditetapkan sebagai tersangka seharusnya segera dilakukan penahanan. Hal ini dilakukan supaya tidak terjadi pengaburan barang bukti yang telah dimiliki KPK,” tegas Ait yang juga Ketua DPD Lembaga Swadaya Masyarakat Triga Nusantara Indonesia (LSM-Trinusa) Jawa Barat, seperti dikutip dari KabarSunda.com, Rabu, 20 November 2024.
Sesuai data yang dimiliki KabarSunda.com, Bjb pada tahun 2021 hingga 2023 telah merealisasikan beban promosi sesuai laporan keuangan sebesar Rp1,1 triliun. Realisasi tersebut antara lain berupa beban promosi umum dan produk perbankan sebesar Rp820 miliar lebih. Anggaran yang dihabiskan Rp801 miliar.
Anggaran ratusan miliar ini dikelola oleh Divisi Corporate Secretary (Corsec) atas biaya penayangan iklan di media televisi, cetak dan online. Pengelolaan iklan ini, Corporate Secretary Bjb menjalin kerjasama dengan enam agensi. Anggarannya sebesar Rp 341 miliar lebih. Versi KPK, biaya iklan ini disinyalir di-mark up Rp 200 miliar.
Ait menjelaskan, mekanisme pengadaan jasa agensi dilaksanakan oleh pejabat di Divisi Corporate Secretary Bjb selaku Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) menyampaikan konsep Harga Perkiraan Sendiri (HPS) kepada Divisi Umum.
Selanjutnya Divisi Umum melakukan evaluasi atas HPS yang disusun tersebut yang dituangkan dalam Berita Acara Review HPS.
Hasil evaluasi tersebut disampaikan kepada PPK sebagai pertimbangan PPK untuk menetapkan nilai HPS. Lalu, PPK menyampaikan permohonan pengadaan Jasa Agensi kepada Divisi Umum yang telah dilengkapi dengan HPS, Term of Reference (ToR) dan rekomendasi penyedia.
Pemimpin Divisi Umum selaku Pejabat Yang Berwenang (PYB) menetapkan metode pengadaan yang dipilih sesuai dengan HPS yang disampaikan PPK. Selanjutnya Divisi Umum melakukan proses pengadaan yang terdiri dari evaluasi atas dokumen administrasi.