Bisnis  

Jalan Terjal Kasus Brigadir Joshua, Presiden Harus Ambil Langkah Terobosan

Kabarjakarta.com

KabarJakarta.com – Sejumlah pemerhati hukum dan kepolisian menyatakan prihatin akan berlarut-larutnya proses pengungkapan perkara pembunuhan terhadap Brigadir Nofriansyah Yoshua Hutabarat (J). Mereka mendorong Presiden Joko Widodo (Jokowi) melakukan terobosan agar kasus ini terungkap secara tuntas.

Demikian kesimpulan diskusi publik berjudul “Obstruction of Justice: Terjalnya Proses Pencarian Keadilan Kasus Joshua” yang diselenggarakan oleh Public Virtue Research Institute dan Komite Pengacara Untuk HAM dan Penguatan Demokrasi (KPUHPD) di Jakarta, Selasa, (27/9/2022).

Hadir sebagai pembicara Wakil Ketua Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) Edwin Partogi, Ketua Komisi Kejaksaan (Komjak) Barita Simanjuntak, mantan Hakim Agung MA Gayus Lumbuun, penyidik Mabes Polri Novel Baswedan, mantan Kepala Bais Soleman B. Ponto, pegiat masyarakat sipil Irma Hutabarat, dan Direktur Amnesty International Indonesia Usman Hamid.

Edwin Partogi mengatakan kasus pembunuhan Brigadir Yoshua ini seharusnya sudah jelas.

“Bagi kami, kasus ini sudah terang benderang. Yang belum jelas adalah masalah obstruction of justice. Siapa yang dijadikan tersangka dan apa perannya? Pasal apa yang diterapkan?” tanya Edwin.

Sementara, Usman Hamid meminta Presiden Jokowi memberikan terobosan. Dia berpendapat, jika dibiarkan tanpa terobosan dari Presiden Jokowi, maka bukan mustahil Kapolri hanya akan bekerja seadanya.

“Dan pengusutan kasus ini terancam menguap,” ucap Usman Hamid.

Dia melanjutkan, terobosan diperlukan karena berkas hasil penyidikan polisi telah beberapa kali dikembalikan kejaksaan. Selain itu, pemeriksaan pelanggaran etika tidak mengarah pada tindak pidana perintangan proses keadilan.

Hal senada dikatakan Irma Hutabarat yang mengkhawatirkan jika tanpa adanya terobosan dari Presiden Jokowi, maka dapat menutup celah atau kesempatan untuk mengusut masalah-masalah lain di internal Polri.

“Penyelesaian perkara pembunuhan Yoshua akan membuka terang kasus-kasus lain dan membawa manfaat pada kita melakukan reformasi kepolisian,” kata Irma.

Sementara itu, mantan Hakim Agung MA Gayus Lumbuun menekankan pentingnya pengawasan. Ia mengajak masyarakat dan media mengawasi agar pengusutan kasus pembunuhan Brigadir Yoshua terungkap dengan baik dan tuntas.

Di kesempatan yang sama, mantan Kepala Bais Soleman B. Ponto berpendapat kasus obstruction of Justice dilakukan oleh pelaku dan pemeriksa sekaligus. Solusinya adalah melakukan reformasi hukum.

“Untuk menyelesaikannya diperlukan penyidikan lanjutan. Ke depan, perlu perbaikan sistem jika ada obstruction of justice yang berasal dari pelaku dan pemeriksa,” ujarnya.

Sedangkan, Novel Baswedan mengingatkan bahwa obstruction of justice merupakan bentuk kelalaian terhadap kewajiban dan tindakan koruptif.

“Pada momentum kasus ini, kita diperlihatkan bahwa praktik itu benar-benar terjadi. Ke depannya, harus ada rumusan delik yang spesifik dan yang mengatur perbuatan seperti ini (obstruction of justice),” pungkas eks penyidik KPK ini.