KabarJakarta.com – Ketua Komnas HAM Ahmad Taufan Damanik berharap agar hakim pengadilan perkara pembunuhan berencana Brigadir Nofriansyah Yoshua Hutabarat atau Brigadir J memberikan hukuman paling berat terhadap eks Kadiv Propam Polri Irjen Ferdy Sambo.
“Kami berharap melalui prinsip-prinsip fair trial, majelis hakim akan memberikan hukuman seberat-beratnya, setimpan dengan apa yang dia lakukan sebagai tindak pidana,” kata Taufan di kantor Kemenko Polhukam, Senin (12/9).
Menurut dia, hasil penyelidikan dan pemantauan Komnas HAM mendapatkan dua kesimpulan yang dilakukan Ferdy Sambo Cs. Pertama, Ferdy Sambo melakukan pelanggaran HAM berupa extra judicial killing atau membunuh nyawa manusia di luar proses hukum.
“Bahwa telah terjadi ekstra judicial killing yang dilakukan saudara FS (Ferdy Sambo) terhadap almarhum Brigadir Yoshua,” jelas Taufan.
Kedua, Komnas HAM mendapat kesimpulan yang sangat meyakinkan bahwa adanya peristiwa obstruction of justice atau tindakan menghalang-halangi proses penegakan hukum.
Menurut Taufan, pelanggaran obstruction of justice inilah yang paling serius karena menyeret puluhan anggota kepolisian yang kini ditangani oleh Timsus Mabes Polri.
“Dari dua kesimpulan pokok itu, maka kami percaya pengenaan pasal 340 yang dilakukan para penyidik itu dikunci oleh dua kesimpulan,” ucap dia.
Seperti diketahui, Brigadir Yoshua tewas di rumah dinas Ferdy Sambo, Kompleks Polri, Duren Tiga, Jakarta, Jumat (8/7). Brigadir Yoshua tewas ditembak oleh Bharada Richard Eliezer (RE) atas perintah Ferdy Sambo.
Polri telah menetapkan Ferdy Sambo, Bharada RE, Putri Candrawathi (PC), Bripka Ricky Rizal (RR), dan dan ajudan pribadi Ferdy Sambo, Kuat Ma’ruf (KM) sebagai tersangka pembunuhan berencana Brigadir Yoshua.
Atas perbuatan mereka, kelima tersangka itu dijerat pasal pembunuhan berencana yang termaktub dalam Pasal 340 subsider Pasal 338 juncto Pasal 55 dan Pasal 56 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) dengan ancaman seumur hidup dan hukuman mati.