KabarJakarta.com – Kasus dugaan pembunuhan berencana terhadap Brigadir Yoshua Hutabarat alias Brigadir J saat ini berstatus penyidikan. Kasus ini berawal dari laporan pengacara keluarga Brigadir Yoshua, Kamarudin Simanjuntak ke Bareskrim Polri.
Direktur Tindak Pidana Umum Bareskrim Polri Brigjen Andi Rian mengatakan kasus ini sudah naik ke tahap penyidikan.
“Baru saja selesai gelar perkara, sudah naik ke tingkat penyidikan,” kata Brigjen Andi Rian, Jumat (22/7/2022).
Di hari yang sama, Kadiv Humas Polri Irjen Dedi Prasetyo mengatakan, penyidik Bareskrim Polri juga meminta keterangan dari keluarga Brigadir Yoshua di Jambi.
“Tim sidik meminta keterangan dari pihak keluarga Brigadir Yoshua hari ini di Polda Jambi,” kata Dedi.
Ada 11 orang saksi yang diperiksa, di antaranya ayah dan ibunya Brigadir Yoshua. Selain itu polisi juga meminta keterangan dari kakak, adik, dan bibinya Brigadir Yoshua, termasuk rumah sakit setempat.
Soal permintaan autopsi ulang dari keluarga Brigadir Yoshua, Dedi mengimbau agar dilakukan secepatnya mengingat kondisi jenazah semalin lama akan semakin rusak.
“Dari hasil komunikasi dengan Direktur Pidana Umum dengan pengacara kalau bisa secepatnya. Semakin cepat proses ekshumasi ini makin baik,” ujarnya.
Dia mengatakan autopsi ulang akan melibatkan pihak eksternal yang ahli di bidang forensik. Dia juga mempersilakan jika pihak keluarga menghadirkan ahli dalam proses autopsi ulang.
Komnas HAM Kantongi Bukti Signifikan
Sementara itu, Komisioner Komnas HAM Choirul Anam menyatakan pihaknya telah mengantongi catatan signifikan asal luka pada jenazah Brigadir Yoshua. Catatan tersebut sudah didiskusikan dengan kedokteran forensik yang menurut Komnas HAM bersikap independent.
“Tim telah memiliki catatan signifikan yang menunjukkan lukanya Brigadir Yoshua akibat apa, karakternya apa, konstrain waktu luka kapan terjadi, dan kira-kira luka itu diakibatkan oleh apa. Hal ini kami sudah punya catatan yang lumayan,” ucap Choirul Anak yang dikutip dari tayangan YouTube Komnas HAM, Sabtu (23/7/2022).
Namun, meski sudah mengantongi catatan signifikan tersebut, Komnas HAM belum bisa membuat kesimpulan karena harus melengkapi data agar penyelidikan imparsial. Dia mengatakan, catatan signifikan berisi posisi tubuh dan juga luka pada jenazah Brigadir Yoshua.
Rencananya, kata dia, Komnas HAM akan meminta keterangan dokter yang mengautopsi jenazah Brigadir Yoshua pertama kali.
“Setelah kami mendapatkan catatan signifikan, kami akan melangkah lebih jauh terkait luka. Minggu depan kami akan meminta keterangan, mendalami keterangan sebagian dokter yang melakukan autopsi,” tuturnya.
Pihak keluarga Brigadir Yoshua melalui pengacaranya, Kamarudin Simanjuntak, melaporkan dugaan pembunuhan berencana ke Bareskrim Polri. Pihak kuasa hukum menyatakan laporannya telah diterima.
“Laporan kita sudah diterima. Laporan kita soal pembunuhan berencana Pasal 340 KUHP, kemudian ada Pasal Pembunuhan, ada Pasal Penganiayaan juncto Pasal 55 dan Pasal 56, kemudian ada soal pencurian dan peretasan,” kata salah satu pengacara keluarga Brigadir Yoshua, Johnson Panjaitan.
Dia pun menunjukkan bukti laporan tersebut bernomor STTL.251/VII/2022/BARESKRIM Polri, Jakarta, hari Senin (18/7).
Laporan itu teregister dengan nomor: LP/B/0386/VII/2022/SPKT/BARESKRIM POLRI, tanggal 18 Juli 2022. Namun, katanya, laporan yang diterima baru soal dugaan pembunuhan berencana, pembunuhan, dan penganiayaan. Dia mengatakan dugaan pencurian dan peretasan harus dilengkapi dengan foto dan ponsel yang diretas untuk diserahkan.
“Sementara yang tercantum di sini adalah soal pembunuhan berencana, pembunuhan, dan penganiayaan,” terangnya.
Brigadir Yoshua alias Brigadir J konon tewas dalam peristiwa saling tembak dengan sesama anggota Polri, Brigadir E, di kediaman Kadiv Propram Polri Irjen Ferdi Sambo. Namun, pihak keluarga Brigadir Yoshua tidak meyakini cerita tersebut. Mereka curiga ada skenario pembunuhan berencana terhadap Brigadir Yoshua.