KabarJakarta.com – Kasus kematian Nofriansyah Yoshua Hutabarat atau Brigadir J menyeret banyak anggota Polri. Sedikitnya, enam anak buah eks Kadiv Propam Irjen Ferdy Sambo turut menjadi terdakwa dalam kasus perintangan penyidikan atau obstruction of justice. Selain itu, puluhan polisi dimutasi dari jabatannya karena dinilai melanggar kode etik lantaran tidak profesional dalam menangani kasus kematian Yoshua.
Tak bisa dipungkiri, rasa kecewa, kesal, dan sesal kini membayangi mereka yang terseret kasus ini dan harus ikut menanggung akibatnya.
Kekesalan Hendra dan Agus
Dua mantan bawahan Ferdy Sambo, Hendra Kurniawan dan Agus Nurpatria, tak mampu menutupi rasa geram begitu tahu mereka kena tipu atasannya sendiri dalam kasus kematian Yoshua. Hal ini diungkap Agus saat hadir sebagai saksi dalam sidang kasus pembunuhan berencana Brigadir J dengan terdakwa Bharada Richard Eliezer (RE), Bripka Ricky Rizal (RR), dan Kuat Ma'’uf (KM) yang digelar di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel), Senin (28/11).
Agus mengaku, mulanya dia dan Hendra tidak tahu bahwa baku tembak antara Yoshua dan Richard Eliezer hanya skenario Sambo semata. Oleh karenanya, keduanya bersedia membantu Sambo dalam urusan CCTV.
Begitu mengetahui kejadian sebenarnya, Agus dan Hendra sama-sama mengumpat kesal. “Pak Hendra telepon saya, Pak Hendra bilang, ‘Gus, kita dikadalin’," kata Agus menirukan percakapan dirinya dengan Hendra saat itu.
“Maksudnya apa, Pak, dikadalin?” tanya kuasa hukum Richard Eliezer, Ronny Talapessy, dalam persidangan. “Dibohongi,” jelas Agus.
Agus tampak begitu kesal karena Ferdy Sambo tega membohongi dirinya dan Hendra yang saat itu merupakan anak buahnya sendiri. “Waktu itu saya sempat mengumpat juga, ‘kampret, masa kita dikadalin, Bang. Tega sekali, sih, Bang’,” ucap Agus kepada Hendra saat itu.
Dua mantan perwira polisi tersebut baru mengetahui tipu muslihat Ferdy Sambo sesaat sebelum keduanya menjalani prosedur penempatan khusus (patsus) karena diduga melanggar etik atas kasus kematian Brigadir J. Kini, Agus dan Hendra harus menanggung akibatnya. Keduanya menjadi dua dari tujuh terdakwa obstruction of justice.
Kekecewaan Eks Kasatreskrim Polres Metro Jaksel
Mantan Kepala Satuan Reserse Kriminal (Kasat Reskrim) Polres Jakarta Selatan, AKBP Ridwan Rhekynellson Soplanit, juga tidak mampu menutupi kekecewaannya terhadap Ferdy Sambo. Saat hadir sebagai saksi dalam sidang dengan terdakwa Bharada RE, Bripka RR, dan KM, Senin (21/11), Ridwan mengaku dirugikan dalam kasus ini.
Meski tak ikut terseret sebagai terdakwa, Ridwan dikenai sanksi etik karena dimutasi ke Markas Pelayanan (Yanma) Polri. Dia dianggap tidak profesional dalam menangani kasus kematian Yoshua.
Ridwan merupakan polisi pertama yang datang ke TKP penembakan di rumah dinas Ferdy Sambo di Kompleks Polri, Duren Tiga, Jakarta Selatan, Jumat (8/7).
“Sekarang saudara merasa dirugikan enggak?” tanya Ketua Majelis Hakim Wahyu Iman Santoso dalam sidang. “Rugi, Yang Mulia,” jawab Ridwan tegas.
Kekecewaan juga kembali ditunjukkan Ridwan saat hadir sebagai saksi dalam sidang pembunuhan berencana Yoshua dengan terdakwa Ferdy Sambo dan Putri Candrawathi, Selasa (29/11).
Kepada Ferdy Sambo, Ridwan bertanya, mengapa dia mengorbankan banyak orang dalam kasus ini. Menurutnya, banyak aparat kepolisian yang mulanya tidak tahu apa-apa soal kematian Yoshua, tapi kini harus menanggung akibatnya.
“Pertanyaan kami ke senior saya, Pak Sambo, kenapa kami harus dikorbankan?” kata Ridwan sambil menatap mata Ferdy Sambo.
Permintaa Maaf Ferdy Sambo
Masih dalam sidang yang digelar di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Selasa (29/11), Ferdy Sambo meminta maaf kepada para mantan anak buahnya. Dia menegaskan, sejak awal dirinyalah yang bersalah dalam kasus ini. Ferdy Sambo mengatakan, para bawahannya tidak bersalah.
“Terkait dengan pertanyaan mengapa saya harus mengorbankan para penyidik saya, ini saya menyampaikan permohonan maaf,” kata Ferdy Sambo.
“Saya ingin menyampaikan permohonan maaf, Yang Mulia, kepada adik-adik saya karena saya sudah memberikan keterangan yang tidak benar,” sambungnya dengan mata berkaca-kaca.
Ferdy Sambo menyebutkan, dalam sidang kode etik Polri beberapa waktu lalu, dia telah menyampaikan bahwa para anak buahnya tidak bersalah. Namun, mereka tetap mendapat hukuman karena dianggap mengetahui kasus kematian Yoshua ini.
“Sekali lagi saya atas nama pribadi dan keluarga menyampaikan permohonan maaf kepada adik-adik saya sehingga harus terhambat,” ucap Ferdy Sambo.
Dia pun mengaku menyesali perbuatannya. Ferdy Sambo juga memastikan akan bertanggung jawab atas kasus ini.
Dalam kesempatan yang sama, istri Ferdy Sambo, Putri Candrawathi, yang juga menjadi terdakwa kasus pembunuhan berencana, ikut menyampaikan permohonan maaf. Putri sadar bahwa sejumlah anggota kepolisian terpaksa terhambat kariernya karena kasus ini. Oleh karenanya, dia meminta maaf.
“Saya dan keluarga mohon maaf kepada bapak-bapak anggota Polri yang hadir pada hari ini sebagai saksi sehingga harus melalui semua ini dan harus mengalami hambatan dalam berkarier dan juga menempatkan penempatan khusus,” kata Putri. “Sekali lagi saya dan keluarga mohon maaf,” lanjutnya.
Banyak Nama Terseret
Seperti diketahui, kasus kematian Brigadir J menyeret banyak nama. Sedikitnya, 34 polisi dimutasi dari jabatannya karena dianggap tidak profesional dalam menangani kasus ini. Beberapa dari mereka ada yang dipecat dari Polri, ada pula yang dijatuhi hukuman demosi.
Kemudian, tujuh orang menjadi terdakwa perintangan penyidikan atau obstruction of justice. Mereka adalah Ferdy Sambo, Hendra Kurniawan, Agus Nurpatria, Arif Rachman Arifin, Baiquni Wibowo, Chuck Putranto, dan Irfan Widyanto.
Selain itu, lima orang didakwa perkara pembunuhan berencana terhadap Brigadir Yosua. Kelimanya yakni Ferdy Sambo, istri Ferdy Sambo bernama Putri Candrawathi, ajudan Ferdy Sambo, Richard Eliezer, dan Ricky Rizal, serta sopir pribadi Ferdy Sambo, Kuat Ma'ruf.
Berdasarkan dakwaan Jaksa Penuntut Umum (JPU), pembunuhan tersebut dilatarbelakangi oleh pernyataan Putri yang mengaku telah dilecehkan oleh Yoshua di rumah Ferdy Sambo di Magelang, Jawa Tengah, Kamis (7/7). Pengakuan yang belum diketahui kebenarannya itu lantas membuat Ferdy Sambo marah hingga menyusun strategi untuk membunuh Yoshua.
Disebutkan bahwa mulanya, Ferdy Sambo menyuruh Ricky Rizal menembak Yoshua. Namun, Ricky menolak sehingga Ferdy Sambo beralih memerintahkan Richard Eliezer.
Brigadir J dieksekusi dengan cara ditembak 2-3 kali oleh Richard Eliezer di rumah dinas Ferdy Sambo di Kompleks Polri Duren Tiga, Jakarta Selatan, Jumat (8/7). Setelahnya, Ferdy Sambo menembak kepala belakang Yoshua hingga korban tewas.
Mantan jenderal bintang dua Polri itu lantas menembakkan pistol milik Yoshua ke dinding-dinding rumah untuk menciptakan narasi tembak menembak antara Brigadir J dan Bharada RE yang berujung pada tewasnya Yoshua.
Atas perbuatan tersebut, para terdakwa didakwa melanggar Pasal 340 KUHP subsider Pasal 338 KUHP jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP jo Pasal 56 ke-1 KUHP.